Mungkin kita bertanya-tanya, jika hiperkolesterolemia tidak menyebabkan tubuh kita terasa sakit, mengapa kita menyebutnya sebagai penyakit? Sebuah pertanyaan yang masuk akal bukan?
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita bisa menganalogikannya dengan sebuah mesin mobil. Mobil yang kita gunakan membutuhkan oli yang sesuai dengan mesin yang digunakan. Setiap 5000 kilometer, kita dianjurkan untuk mengganti oli mesin. Dengan demikian, oli yang melumasi mesin tersebut selalu merupakan oli yang mempunyai kemampuan optimal untuk menjalankan fungsinya. Seandainya bila oli mobil kita tidak diganti setelah melebihi 5000 kilometer, apakah mobil kita akan menjadi mogok? Tentu saja tidak. Artinya, mobil kita tidak tiba-tiba saja mogok pada kilometer yang ke 5001. Mobil itu akan bisa terus menerus berjalan. Kemudian, kita berpikir, jika oli yang tidak diganti itu tidak menyebabkan mobil kita mogok, maka mengapa kita harus selalu menggantinya?
Sekarang marilah kita bayangkan, apa yang terjadi jika oli itu masih dipakai pada kilometer ke 10 ribu. Mobil masih bisa berjalan. Kilometer ke 15 ribu? Mobil masih bisa berjalan. Kilometer ke 20 ribu? Kita bertanya-tanya, apakah mobil itu masih bisa jalan atau tidak. Sekarang bawalah mobil itu ke bengkel, dan mintalah bengkel untuk memeriksa komponen-komponen mesinnya.
Kita akan mendapati laporan dari teknisi bengkel bahwa mesin mobil kita dipenuhi dengan kerak sisa oli yang mengering. Saluran-saluran dan selang-selangnya nyaris tersumbat oleh kerak itu. Dan mobil kita harus turun mesin.
Itulah yang terjadi dengan tubuh kita, ketika kadar kolesterol begitu tingginya didalam darah. Kita tidak langsung merasakan dampak negatifnya, tetapi sesungguhnya didalam tubuh kita sedang terjadi pengendapan ‘kerak-kerak’ itu, seperti kerak yang terjadi pada mesin mobil tadi.
Pengendapan lemak bisa saja terjadi pada jantung kita. Saya pernah menyaksikan sebuah video yang menayangkan tentang pelaksanaan operasi jantung. Ketika melihat jantung yang tersembunyi dibalik dada yang ditoreh pisau operasi itu, saya tiba-tiba terhenyak. Jantung itu tidak terlihat ototnya. Mengapa? Karena seluruh bagiannya telah diselaputi oleh lemak yang sangat tebal!
Pengendapan dapat juga terjadi pada pembuluh darah. Seperti halnya selang saluran bensin. Jika pada selang itu terdapat endapan kotoran, maka salurang selang itu menjadi lebih sempit. Dan itu menyebabkan aliran bahan bakar tidak lancar. Sehingga mesin mobil kita menjadi batuk-batuk. Dan akhirnya mogok. Jika endapan itu terjadi pada pembuluh darah kita, maka kejadiannya akan jauh lebih parah dari mobil itu. Mengapa? Karena taruhannya adalah nyawa kita. Bayangkan saja jika sel-sel tubuh kita tidak mendapatkan asupan darah yang cukup. Padahal darah diperlukan untuk membawa makanan dan oksigen. Jika itu terjadi, maka sel-sel tubuh kita akan mati. Bagaimana jika itu terjadi pada otak kita?
Saya pernah diperlihatkan sebuah video yang menggambarkan tentang pembuluh darah yang tersumbat. Sebuah keadaan yang oleh para ahli kesehatan disebut sebagai plak aterosklerosis. Menarik sekali, karena ternyata plak itu terbentuk secara perlahan-lahan. Bahkan kita sendiri tidak menyadari kalau itu terjadi. Sedikit demi sedikit plak terbentuk dari molekul-molekul kolesterol yang menempel di dinding pembuluh darah. Lama kelamaan, semakin banyak lagi molekul yang menempel. Sehingga akhirnya pembuluh darah itu menyumbat. Ketika pembuluh darah di otak itu akhirnya pecah, maka terjadilah stroke.
Apa yang terjadi pada orang stroke? Nyawanya dipertaruhkan di ranjang perawatan rumah sakit. Selang pernafasan dan jarum infus berseliweran disekujur tubuhnya. Dokter dan perawat sibuk menyelamatkan jiwanya. Keluarganya menunggu dengan harap-harap cemas. Begitu banyak orang yang terserang stroke tetapi tidak berhasil diselamatkan. Dan lebih banyak lagi orang terkena stroke yang bisa diselamatkan, namun harus menanggung beban berat berupa kehilangan fungsi-fungsi tubuhnya yang sangat vital.
Begitulah kemungkinan yang ada jika kita mengabaikan kadar kolesterol didalam tubuh. Jika kita belum mengetahui kadar kolesterol tubuh, maka ada baiknya untuk berkonsultasi kepada dokter, dan memeriksakan diri di klinik. Dan jika kita sudah didiagosis mengalami hiperkolesterolemia, maka tidak ada tindakan yang lebih bijaksana daripada menjalani pengobatan yang teratur. Datanglah kepada dokter, dan patuhilah nasihatnya. Jika dokter meresepkan obat penurun kadar kolesterol, maka patuhilah untuk meminumnya. Sebab, hanya dengan kepatuhan yang tinggi kepada proses pengobatan, kita akan dapat mengontrol kadar kolesterol darah. Dan dengan cara itulah pula, kita dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit lain seperti serangan jantung, dan stroke.
Show Disqus Comment Hide Disqus Comment